Pertanyaan ini ada miripnya dengan perdebatan antara seseorang dengan orang yang lainnya. "Saya dikirim oleh Tuhan untuk membangunkan kalian dari gelimang dosa kalian!" yang kemudian dibantah "Atas dasar apa Anda merasa dikirim oleh Tuhan? dan atas dasar apa pula Anda merasa mempunyai hak untuk menuduh saya bergelimang dosa?". Hubungan manusia dengan Tuhan adalah masalah pribadi dia sendiri. Sebagai manusia yang mempunyai akal, moral dan nafsu, dia merasa mempunyai kewajiban untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. "Manusia dibekali dengan yang baik dan yang buruk, dan mana yang akan diturunya adalah tanggung jawabnya sendiri".
Tiba-tiba di tengah-tengah padang rumput raksasa ini saya berlutut. Entah apa yang menyebabkan, saya tidak tahu. Lalu saya menengadah ke langit, memanjatkan doa permohonan ampun atas segala dosa dan kesalahan saya. Saya lupa pendapat saya sendiri sebelumnya, bahwa langit tidak lagi mengangdung misteri semenjak Copernicus menyatakan bahwa bumi tidak rata akan tetapi bulat. Saya lupa bahwa saya pernah berpendapat, bahwa Tuhan belum tentu berada di langit, dan karena itu memohon dengna menengadah ke langit belum tentu mencapai sasarannya. Saya juga lupa bahwa saya pernah berpendapat, bahwa monitor saya tidak lain dan tidak bukan terletak di hati nurani saya sendiri.
Tiba-tiba sekarang saya merasa, atau menyadari, atau mengakui, bahwa hati nurani tidak cukup. Ada sesuatu yang lebih tinggi, agung, dan murni. Saya tidak tahu di mana letaknya yang saya cari. Tapi lebih mudah bagi saya mencarinya dengan jalan berlutut dan menengadah. Inilah gerak refleks saya dalam menyerahkan diri, memohon pengampunan, dan memohon pertolongan. Saya merasa kecil, tidak berarti dan tidak berdaya.
Entah mengapa, saya merasa yang saya lakukan masih kurang. Saya ingin pasrah dan menyerahkan diri, akan tetapi saya merasa ada sesuatu dalam diri saya yang belum siap untuk saya ajak. Rasanya berlutu dan menengadah belum cukup. Terdorong oleh keinginan untuk menunjukkan kekecilan saya, untuk pasrah dan menyerahkan diri, setelah berlutut saya membungkuk dan menempelkan kening saya di rerumputan. Ada perasaan segar menyelinap di lubuk hati saya. Meskipun demikian ada juga perasaan serba salah. Ada sesuatu yang rasanya kurang mengena. Bagaikan mengemudikan mobil, saya tidak bisa memadukan kerja sama antara gas dan kopling pada waktu memindah porsneling. Dengan demikian ada juga perasaan menyendal-nyendal dalam lubuk hati saya. Andaikata saya mobil dan terus begini, salah-salah gigi-gigi mesin saya bisa rompal dan rontok.
Rasanya ada sesuatu yang mendorong saya untuk merubah arah. Maka saya menempelkan kening di rerumputan beberapa kali lagi, dengan arah yang berubah-ubah. Rasanya masih ada yang kurang. Apa yang kurang, saya tidak tahu. Mungkin dosa dan kesalahan saya terlalu besar, dan Tuhan belum bersedia mengampuni saya. Mungkin juga saya tidak tahu bagaimana mendekati Tuhan dengan cara yang benar. "Doa akan mempunyai kekuatan apabila kita sertai dengan perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari". Saya tidak pernah mempunyai perbuatan baik.
"Let us posses one world, each have one, and is one"
"Marilah kita memiliki satu dunia, masing-masing satu, dan hanya satu"
Andaikan tubuh kita masing-masing adalah sebagai bola dunia. Untuk menyatukannya, kita saling menumpangtindihkan bola dunia kita, yang dapat kita analogikan sebagai pernyataan syukur kita terhadap Tuhan, dan kita mengucap syukur kepada Tuhan atas perkenan Nya memiliki satu dunia yang penuh dengan kompleksitas dalam keindahannya.. "OLENKA" by Budi Darma
0 komentar:
Post a Comment